Cerita Pendek Lekat S. Amrin
“KUKIRA HANTU ITU ADA”
meninggal pengadilan agama memutuskan Alda dan suaminya benar-benar bercerai.
Aku hanya dapat mengatakan padanya untuk bersabar menghadapi cobaan itu. Aku ikut sedih dan menyesal. Dia sesungguhnya adalah kekasihku yang baik sejak kuliah dulu. Karena itu aku sangat peduli padanya. Ucapannya terakhir yang tidak akan pernah kulupa, bahwa dia ingin menjadi istri keduaku apa pun resikonya. Dia membisikkan kata itu dalam pelukanku ketika senja kami berdua duduk di tepi pantai Kayu kunyit yang indah. Tapi kini semua itu menjadi cerita yang menyedihkan. Kisah hidup misterius yang penuh rahasia.
“Bapak mau pesan sate lagi?” tanya seorang ibu menyadarkan lamunanku. Aku tersadar, tetapi kemudian aku pun tersenyum. Ibu itu langgananku setiap aku menunggu Alda di pasar Ampera ini. Tapi aku tidak semangat merespon tawarannya.
“Bapak kok banyak diam hari ini?” tanya ibu itu lagi.
Aku hanya tertawa kecil. Berusaha tetap ramah.
“Apa bapak menunggu ibu cantik yang seminggu lalu itu?” ibu itu bertanya lagi.
Aku terkejut ketika mendengar pertanyaan itu. Kutatap wajah ibu tersebut. “Ibu melihatnya juga? Wanita cantik itu ?”
Ibu itu mengangguk. “Wanita itu memakai gaun dan kerudung putih-putih, iya kan?”
Aku benar-benar terperanjat. Apa yang kusaksikan ketika itu busananya sama seperti yang dikatakan ibu tersebut. Apa maksudnya semua ini?
Aku hanya terpana. Tapi kucoba seperti tidak terjadi apa-apa.
Dalam kebingungan itu, hanya satu kalimat yang kubisikkan dalam hati: “Aku kira, hantu itu ada.” (*)
Bukit Senuling, Pagar Dewa Padang Guci